Pada awalnya ajaran Budha disampaikan oleh Sang Budha Sidharta Gautama, dari India. Kemudian ajaran Budha berkembang ke seluruh Asia, termasuk Indonesia. Pengaruh Budha di Indonesia berkembang dari munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Budha serta ditemukannya prasasti dan candi. Pada pembahasan ini, pembahasan kerajaan-kerajaan yang bercorak Budha di Indonesia.
1. Kerajaan Sriwijaya
Sekitar 600 M, di Pulau Sumatra terdapat Kerajaan Sriwijaya. Sebagai negara maritim, Sriwijaya mempunyai angkatan perang yang kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di daerah Palembang. Prasasti bertuliskan tahun 683 M, yang menceritakan perjalanan Dapunta Hyang dari Minangatamwan menggunakan sebuah perahu dengan 20.000 prajurit. Dapunta Hyang adalah seorang raja beragama Budha. Hal ini dapat diketahui dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan, seperti Prasasti Talang Tuo, Prasasti Telaga Batu, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Kerang Berahi. Prasasti-prasasti tersebut berisi tentang doa-doa, permohonan, dan kutukan-kutukan yang bergaya Budha.
Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan agama Budha dapat diketahui melalui seorang pendeta bernama I Tsing taun 671 M. I Tsing mengadakan perjalanan dari Katon di India dan singgah di Kerajaan Sriwijaya. Selama enam bulan, I Tsing belajar bahasa Sanserkerta. Ia lalu menetap selama empat tahun di kerajaan Sriwijaya. Ia pun menerjemahkan kitab suci agama Budha (Tripitaka) dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina. Kemudian, ia menyampaikan kepada orang-orang asing yang ingin memperdalam agama Budha.
Di Kerajaan Sriwijaya banyak didirikan bangunan suci agama Budha, diantaranya:
a. Kelompok Candi Muara Takus di Bangkinang, Riau.
b. Kelompok Candi Biaro Bahal di Padang simpuan, Sumatra Utara.
Pada abad ke-8 dan 9, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaan. Raja yang terkenal bernama Balaputeradewa yang naik tahta pada tahun 856 M. Raja ini masih keturunan Dinasti Syailendra. Pada masa pemerintahan Balaputeradewa, banyak orang dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu ke luar negeri, terutama di perguruan tinggi Nalanda, Benggala, dan India. Balaputeradewa mendirikan tempat penampungan untuk para mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi Nalanda. Raja India, Dewapaladewa, membantu pendirian penampungan tersebut. Hal ini dibuktikan melalui Prasasti Nalanda yang ditulis pada tahun 860 M.
2. Kerajaan Mataram
Pada awalnya, agama yang berkembang di Mataram adalah agama Hindu. Akan tetapi, Raja Sanjaya memerintahkan anaknya, Rakai Panangkaran, untuk memeluk agama Budha agar rakyat tidak ikut padanya. Sejak itu, agama Budha berkembang di Kerajaan Mataram.
Dari prasasti Kalasan dapat diketahui bahwa Rakai Panangkaran telah membangun sebuah bangunan suci untuk Dewa Tara dan sebuah biara untuk para pendeta. Lalu kemudian menghadiahkan Desa Kalasan untuk para Sangha (pendeta Budha).
Pada tahun 824 M , masa pemerintahan Raja Samaratungga dibangun sebuah candi, yaitu Candi Ngawen di sebelah barat Muntilan, Jawa Tengah. Candi Borobudur mungkin juag sudah didirikan pada abad ke-9 M.
Pengganti Raja Samaratungga adalah anak perempuannya, Pramudhawadhani, yang menikah dengan Rakai Pikatan. Pramudhawadhani bergelar sebagai Sri Kahulunan dan mendirikan sebuah bangunan-bangunan yang bersifat Budha. Sementara itu, Rakai Pikatan yang beragama Hindu, mendirikan bangunan yang bersifat agama Hindu.
Pada masa Kerajaan Mataram (Dinasti Syailendra), banyak terdapat peninggalan-peninggalan bersejarah, seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Kalasan.
Pada awalnya ajaran Hindu tumbuh dan berkembang di India.
Kemudian ajaran hindu berkembang ke berbagai negara di Asia, termasuk
Indonesia. Ajaran Hindu masuk ke Indonesia melalui para pedagang dan pendeta
Brahmana. Munculnya kerajaan bercorak Hindu dan peninggalan sejarah berupa
camdi, pura, dan yupa yang merupakan bukti ajaran Hindu yang berkembang di
Indonesia.
1. Kerajaan Mataram Hindu
Di Gunung Wukir, Desa Canggal, Magelang, Jawa Tengah, ditemukan sebuah
prasasti berangka tahun 732 M, prasasti itu dibuat pada masa pemerintahan Raja
Sanjaya, ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Sanjaya adalah raja pertama di Mataram, sebagai pendiri Wangsa Sanjaya
dari Kerajaan Mataram Kuno. Nama Sanjaya ditulis pada Prasasti Canggal,
Prasasti Mantyasih, dan Prasasti Kedu yang dibuat pada masa raja Balitung.
Dari Prasasti Mantyasih diketahui bahwa raja-raja di Mataram Kuno
sebagai berikut:
1. Sang Ratu yang terkenal dengan nama
Rakai Mataram.
2. Sri Maharaja Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watu Humalang
9. Sri Maharaja Rakai Watuhura Dyah
Balitung
Pada masa Raja Sanjaya memerintah, Kerajaan Mataram Kuno mengalami
kejayaan. Ia berusaha menaklukkan daerah-daerah di sekitarnya, seperti Jawa
Barat dan Jawa Timur. Sanjaya juga melakukan ekspedisi ke berbagai daerah.
Dalam buku Parahiyangan, ekspedisi tersebut tersebar hingga ke Cina.
2. Kerajaan Majapahit
Daerah hutan Tarik merupakan cikal bakal Kerajaan Majapahit. Hutan Tarik
merupakan pemberian Jayakatwang (Raja Kediri) kepada Raden Wijaya. Setelah
Raden Wijaya mengalahkan Jayakatwang, Desa Tarik berkembang menjadi Kerajaan
Majapahit. Raden Wijaya adalah raja pertama Majapahit, beliau memerintah pada
tahun 1293-1309. Setelah Raden Wijaya wafat, ia digantikan oleh putranya yang
bernama Jayanagara atau Pangeran Kolo Gemet dari istri selir. Ia memerintah
pada tahun 1309-1328. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan
di Majapahit. Sebenarnya, pemberontakan sudah ada sejak masa Raden Wijaya, tetapi
baru muncul pada masa pemerintahan jayanagara yang lemah.
Pemberontakan terhadap Majapahit adalah dipimpin oleh Ranggalawe (1309),
Sora (1311), Nambi (1316), Kuti (1319) dan Semi (1319). Pemberontakan Kutilah
yang palling berbahaya, sehingga Jayanagara sampai diungsikan dari istana
Majapahit menuju ke Desa Bandader. Raja dikawal oleh pasukan Bayangkari yang
dipimpin oleh seorang prajurit bernama Gajah Mada. Gajah mada berhasil
memadamkan pemberontakan di majapahit. Atas jasanya ia diangkat menjadi Patih
Kahuripan (1319-1321), lalu dipindahkan ke Kediri (1322-1330).
Pada tahun 1331, Raja Jayanagara wafat, dengan tidak meninggalkan
seorang putra pun. Beliau digantikan oleh kemenakannya, Bhre Kahuripan,
bergelar sebagai Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani. Pada tahun 1331,
timbullah pemberontakan Sadeng. Gajah Mada ditugaskan memimpin pasukan
Majapahit untuk menumpas pemberontakan Sadeng dan pasukan Majapahit berhasil
menumpas pemberontakan tersebut. Sebagai penghargaan atas jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi Mangkubumi (Perdana Menteri) pada tahun 1331.
Pada tahun 1350, Tribhuwanatunggadewi turun tahta dan menyerahkan
kedudukannya pada anaknya, Hayam Wuruk. Raja Hayam Wuruk memrintah pada tahun
1350-1389. Pada masa pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak kejayaan. Raja
Hayam Wuruk dan Gajah Mada sering disebut juga dwitunggal, karena keduanya
memiliki jiwa pemimpin yang kuat. Pada pemerintahan Hayam Wuruk, rakyatnya
mengalami zaman kejayaan. Rakyatnya hidup sejahtera, aman, dan makmur.
Rakyatnya hidup sejahtera, aman, dan makmur. Dibidang kebudayaan mengalami
kemajuan dengan dibangunnya candi-candi sebagai tempat suci.
Gajah Mada wafat pada tahun 1364, sedangkan Hayam Wuruk wafat pada tahun
1389. Setelah meninggalnya kedua pemimpin tersebut, Kerajaan Majapahit
mengalami kemunduran.
Sumber :
Penerbit Arya Duta, judul Ilmu pegetahuan