Pola dasar pembinaan dan
pembangunan generasi muda ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dalam Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan nomor : 0323/U/1978 tanggal 28
Oktober 1978. Tujuannya agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan
dalam penanganan benar-benar menggunakannya sebagai pedoman sehingga
pelaksanaanya dapat terarah, menyeluruh dan terpadu serta dapat mencapai
sasaran dan tujuan yang dimaksud.
Pola dasar pembinaan dan
pengembangan generasi muda disusun berlandaskan :
1. Landasan
Idiil : Pancasila.
2. Landasan
Konstitusional : Undang-undang dasar 1945.
3. Landasan
Strategi : Garis-garis Besar Haluan Negara.
4. Landasan
Histories : Sumpah Pemuda dan Proklamasi.
5. Landasan
Normatif : Tata nilai ditengah masyarakat.
Motivasi asas pembinaan dan
pengembangan generasi muda bertumpu pada strategi pencapaian tujuan nasional,
seperti disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV.
Atas dasar kenyataan ini,
diperlukan penataan kehidupan pemuda sehingga mereka mampu memainkan peranan
yang penting dalam masa depan sekalipun disadari bahwa masa depan tersebut
tidak berdiri sendiri. Masa depan adalah lanjutan masa sekarang, dan masa
sekarang adalah hasil masa lampau. Dalam hal ini, pembinaan dan pengembangan
generasi muda haruslah menanamkan motivasi kepekaan terhadap masa datang
sebagai bagian mutlak masa kini. Kepekaan terhadap masa datang membutuhkan pula
kepekaan terhadap situasi-situasi lingkungan untuk merelevansikan partisipannya
dalam setiap kegiatan bangsa dan negara. Untuk itu, kualitas kesejahteraan yang
membawa nilai-nilai dasar bangsa merupakan faktor penentu yang mewarnai
pembinaan generasi muda dan bangsa dalam memasuki masa datang.
Dalam hal ini, pembinaan dan
pengembangan generasi muda menyangkut dua pengertian pokok, yaitu :
1. Generasi muda sebagai subjek pembinaan
dan pengembangan adalah mereka yang telah memiliki bekal dan kemampuan serta
landasan untuk mandiri dan ketrlibatannya pun secara fungsional bersama potensi
lainnya guna menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa.
2. Generasi muda sebagai objek pembinaan
dan pengembangan adalah mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan
kearah pertumbuhan potensi dan kemampuan ketingkat yang optimal dan belum dapat
bersikap mandiri yang melibatkan secara fungsional.
Setiap manusia pasti memiliki
keluarga masing-masing. Pada umumnya keluarga terdiri dari suami, istri, dan dua anak dalam satu atap
rumah. Itulah peranan yang ada dalam keluarga sederhana yang dapat berinteraksi
antar keluarga dengan baik. Karena hubungan yang baik antar satu individu ke
individu lainnya saja sudah memenuhi syarat untuk menjadi keluarga yang ideal,
misalnya saling menghormati, menghargai, sopan dalam berbicara maupun bertindak
kepada orang lain maupun masyarakat.
Dapat dikatakan keluarga ideal
adalah keluarga yang bahagia yang terdiri
dari ayah, ibu, serta anak-anak dalam suatu rumah yang dapat menjalankan
peranan masing-masing secara baik, sehingga dapat menimbulkan kerukunan, kenyamanan,
serta keharmonisan dalam rumah tangga. Peranan dalam keluarga diantaranya sebagai berikut:
Ayah
Kedudukan ayah sebagai pemimpin keluarga, memiliki
peran dalam memenuhi kesejahteraan anggota keluarganya. Oleh karena itu, ayah
pergi bekerja untuk mencari nafkah. Tapi dalam hal ini ayah bukan hanya bekerja
untuk mencari nafkah saja tetapi juga mempunyai kewajiban untuk ikut serta
membimbing anak-anaknya.
Ibu
Peran ibu mengatur dan mengurus rumah tangga. Ibu juga
dapat mencari nafkah tambahan, membimbing, merawat, mengasuh dan mendidik
anak-anak hingga mencapai usia dewasa. Ibu mengatur urusan rumah tangga selagi
ayah tidak di rumah, namun ibu harus menuruti perintah ayah, karena itu hukum
mutlak yang harus diikuti dalam agama.
Anak
Anggota keluarga yang lain disebut anak, Sebagai
anggota keluarga seorang anak wajib dalam membantu orang tua, mematuhi nasihat
orang tua, menghormati orang tua, dan kelak saat dewasa anak wajib berbalas
budi kepada ayah dan ibu, walaupun sejujurnya mereka tidak menginginkannya,
yang mereka inginkan adalah melihat kita sukses atau berhasil.
Oleh karena itu, peran keluarga
sangat berpengaruh untuk terbentuknya suatu pribadi, jadi kita berlaku baik
terbiasa hidup damai di keluarga. Maka di luar pun kita akan menjadi pribadi
yang baik pula begitu sebaliknya. Agar dapat terjalinnya hubungan harmonis
antar keluarga sesuai dengan apa yang diharapkan maka akan terbentuk pula
individu yang baik dilingkungan diluar keluarga seperti masyarakat umum.
Keluarga merupakan peranan penting dalampembentukan
kepribadian anak manusia. Karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi seorang anak manusia, di dalam keluarga seorang anak dibesarkan,
mempelajari cara-cara pergaulan yang akan dikembangkannya kelak di lingkungan
kehidupan sosial yang ada di luar keluarga. Dengan perkataan lain di dalam
keluarga seorang anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan
fisik, psikis maupun sosial, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik. Disamping itu pula seorang anak memperoleh pendidikan yang berkenaan
dengan nilai-nilai maupun norma-norma yang ada dan berlaku di masyarakat
ataupun dalam keluarganya sendiri serta cara-cara untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
Fungsi keluarga pada dasarnya keluarga mempunyai fungsi pokok
yang sulit diubah dan digantikan oleh orang atau lembaga lain tetapi karena
masyarakat sekarang ini telah mengalami perubahan, tidak menutup kemungkinan
sebagian dari fungsi sosial keluarga tersebut mengalami perubahan. Dalam
pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga tersebut akan banyak dipengaruhi oleh
ikatan-ikatan dalam keluarga.
Ada beberapa fungsi keluarga sebagai berikut:
Fungsi
Edukatif
Fungsi Sosialisasi
Fungsi protektif
Fungsi Afeksional
Fungsi Religius
Fungsi
Ekonomis
Fungsi
Rekreatif
Fungsi
Biologis
Fungsi dalam keluarga menjadi peran yang penting,
terutama dalam meningkatkan kesejahteraan individu yang menjadi anggota
keluarganya. Untuk itu dalam penerapannya hendaknya fungsi-fungsi tersebut
berjalan secara seimbang, karena akan membantu keharmonisan serta kehidupan
keluarga. Keluarga juga dapat memadai dengan disertai suasana yang baik.
Angin malam menghanyutkan jiwa
Raga tuk larut dalam kepenatan .
Serpihan kalbu telah ku peluk
Dalam hangatnya selimut hati .
Ingin terlelap dalam mimpi agar
Ku dapat berlabuh di dermaga hatimu .
Mengarungi dan bersemayam bersamamu .
Pada awalnya ajaran Budha disampaikan oleh Sang Budha Sidharta Gautama, dari India. Kemudian ajaran Budha berkembang ke seluruh Asia, termasuk Indonesia. Pengaruh Budha di Indonesia berkembang dari munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Budha serta ditemukannya prasasti dan candi. Pada pembahasan ini, pembahasan kerajaan-kerajaan yang bercorak Budha di Indonesia.
1. Kerajaan Sriwijaya
Sekitar 600 M, di Pulau Sumatra terdapat Kerajaan Sriwijaya. Sebagai negara maritim, Sriwijaya mempunyai angkatan perang yang kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di daerah Palembang. Prasasti bertuliskan tahun 683 M, yang menceritakan perjalanan Dapunta Hyang dari Minangatamwan menggunakan sebuah perahu dengan 20.000 prajurit. Dapunta Hyang adalah seorang raja beragama Budha. Hal ini dapat diketahui dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan, seperti Prasasti Talang Tuo, Prasasti Telaga Batu, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Kerang Berahi. Prasasti-prasasti tersebut berisi tentang doa-doa, permohonan, dan kutukan-kutukan yang bergaya Budha.
Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan agama Budha dapat diketahui melalui seorang pendeta bernama I Tsing taun 671 M. I Tsing mengadakan perjalanan dari Katon di India dan singgah di Kerajaan Sriwijaya. Selama enam bulan, I Tsing belajar bahasa Sanserkerta. Ia lalu menetap selama empat tahun di kerajaan Sriwijaya. Ia pun menerjemahkan kitab suci agama Budha (Tripitaka) dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina. Kemudian, ia menyampaikan kepada orang-orang asing yang ingin memperdalam agama Budha.
Di Kerajaan Sriwijaya banyak didirikan bangunan suci agama Budha, diantaranya:
a. Kelompok Candi Muara Takus di Bangkinang, Riau.
b. Kelompok Candi Biaro Bahal di Padang simpuan, Sumatra Utara.
Pada abad ke-8 dan 9, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaan. Raja yang terkenal bernama Balaputeradewa yang naik tahta pada tahun 856 M. Raja ini masih keturunan Dinasti Syailendra. Pada masa pemerintahan Balaputeradewa, banyak orang dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu ke luar negeri, terutama di perguruan tinggi Nalanda, Benggala, dan India. Balaputeradewa mendirikan tempat penampungan untuk para mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi Nalanda. Raja India, Dewapaladewa, membantu pendirian penampungan tersebut. Hal ini dibuktikan melalui Prasasti Nalanda yang ditulis pada tahun 860 M.
2. Kerajaan Mataram
Pada awalnya, agama yang berkembang di Mataram adalah agama Hindu. Akan tetapi, Raja Sanjaya memerintahkan anaknya, Rakai Panangkaran, untuk memeluk agama Budha agar rakyat tidak ikut padanya. Sejak itu, agama Budha berkembang di Kerajaan Mataram.
Dari prasasti Kalasan dapat diketahui bahwa Rakai Panangkaran telah membangun sebuah bangunan suci untuk Dewa Tara dan sebuah biara untuk para pendeta. Lalu kemudian menghadiahkan Desa Kalasan untuk para Sangha (pendeta Budha).
Pada tahun 824 M , masa pemerintahan Raja Samaratungga dibangun sebuah candi, yaitu Candi Ngawen di sebelah barat Muntilan, Jawa Tengah. Candi Borobudur mungkin juag sudah didirikan pada abad ke-9 M.
Pengganti Raja Samaratungga adalah anak perempuannya, Pramudhawadhani, yang menikah dengan Rakai Pikatan. Pramudhawadhani bergelar sebagai Sri Kahulunan dan mendirikan sebuah bangunan-bangunan yang bersifat Budha. Sementara itu, Rakai Pikatan yang beragama Hindu, mendirikan bangunan yang bersifat agama Hindu.
Pada masa Kerajaan Mataram (Dinasti Syailendra), banyak terdapat peninggalan-peninggalan bersejarah, seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Kalasan.
Pada awalnya ajaran Hindu tumbuh dan berkembang di India.
Kemudian ajaran hindu berkembang ke berbagai negara di Asia, termasuk
Indonesia. Ajaran Hindu masuk ke Indonesia melalui para pedagang dan pendeta
Brahmana. Munculnya kerajaan bercorak Hindu dan peninggalan sejarah berupa
camdi, pura, dan yupa yang merupakan bukti ajaran Hindu yang berkembang di
Indonesia.
1. Kerajaan Mataram Hindu
Di Gunung Wukir, Desa Canggal, Magelang, Jawa Tengah, ditemukan sebuah
prasasti berangka tahun 732 M, prasasti itu dibuat pada masa pemerintahan Raja
Sanjaya, ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Sanjaya adalah raja pertama di Mataram, sebagai pendiri Wangsa Sanjaya
dari Kerajaan Mataram Kuno. Nama Sanjaya ditulis pada Prasasti Canggal,
Prasasti Mantyasih, dan Prasasti Kedu yang dibuat pada masa raja Balitung.
Dari Prasasti Mantyasih diketahui bahwa raja-raja di Mataram Kuno
sebagai berikut:
1. Sang Ratu yang terkenal dengan nama
Rakai Mataram.
2. Sri Maharaja Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watu Humalang
9. Sri Maharaja Rakai Watuhura Dyah
Balitung
Pada masa Raja Sanjaya memerintah, Kerajaan Mataram Kuno mengalami
kejayaan. Ia berusaha menaklukkan daerah-daerah di sekitarnya, seperti Jawa
Barat dan Jawa Timur. Sanjaya juga melakukan ekspedisi ke berbagai daerah.
Dalam buku Parahiyangan, ekspedisi tersebut tersebar hingga ke Cina.
2. Kerajaan Majapahit
Daerah hutan Tarik merupakan cikal bakal Kerajaan Majapahit. Hutan Tarik
merupakan pemberian Jayakatwang (Raja Kediri) kepada Raden Wijaya. Setelah
Raden Wijaya mengalahkan Jayakatwang, Desa Tarik berkembang menjadi Kerajaan
Majapahit. Raden Wijaya adalah raja pertama Majapahit, beliau memerintah pada
tahun 1293-1309. Setelah Raden Wijaya wafat, ia digantikan oleh putranya yang
bernama Jayanagara atau Pangeran Kolo Gemet dari istri selir. Ia memerintah
pada tahun 1309-1328. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan
di Majapahit. Sebenarnya, pemberontakan sudah ada sejak masa Raden Wijaya, tetapi
baru muncul pada masa pemerintahan jayanagara yang lemah.
Pemberontakan terhadap Majapahit adalah dipimpin oleh Ranggalawe (1309),
Sora (1311), Nambi (1316), Kuti (1319) dan Semi (1319). Pemberontakan Kutilah
yang palling berbahaya, sehingga Jayanagara sampai diungsikan dari istana
Majapahit menuju ke Desa Bandader. Raja dikawal oleh pasukan Bayangkari yang
dipimpin oleh seorang prajurit bernama Gajah Mada. Gajah mada berhasil
memadamkan pemberontakan di majapahit. Atas jasanya ia diangkat menjadi Patih
Kahuripan (1319-1321), lalu dipindahkan ke Kediri (1322-1330).
Pada tahun 1331, Raja Jayanagara wafat, dengan tidak meninggalkan
seorang putra pun. Beliau digantikan oleh kemenakannya, Bhre Kahuripan,
bergelar sebagai Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani. Pada tahun 1331,
timbullah pemberontakan Sadeng. Gajah Mada ditugaskan memimpin pasukan
Majapahit untuk menumpas pemberontakan Sadeng dan pasukan Majapahit berhasil
menumpas pemberontakan tersebut. Sebagai penghargaan atas jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi Mangkubumi (Perdana Menteri) pada tahun 1331.
Pada tahun 1350, Tribhuwanatunggadewi turun tahta dan menyerahkan
kedudukannya pada anaknya, Hayam Wuruk. Raja Hayam Wuruk memrintah pada tahun
1350-1389. Pada masa pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak kejayaan. Raja
Hayam Wuruk dan Gajah Mada sering disebut juga dwitunggal, karena keduanya
memiliki jiwa pemimpin yang kuat. Pada pemerintahan Hayam Wuruk, rakyatnya
mengalami zaman kejayaan. Rakyatnya hidup sejahtera, aman, dan makmur.
Rakyatnya hidup sejahtera, aman, dan makmur. Dibidang kebudayaan mengalami
kemajuan dengan dibangunnya candi-candi sebagai tempat suci.
Gajah Mada wafat pada tahun 1364, sedangkan Hayam Wuruk wafat pada tahun
1389. Setelah meninggalnya kedua pemimpin tersebut, Kerajaan Majapahit
mengalami kemunduran.
Sumber :
Penerbit Arya Duta, judul Ilmu pegetahuan